Jumat, 19 Juni 2015

Epidemiologi Deskriptif

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
             Secara umum,studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
Studi yang ditunjukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi dan distribusi penyakit di suatu daerah berdasarkan variable orang,tempat, dan waktu yang disebut epidemiologi deskriptifStudi epidemiologi yang ditunjukan unttk mencari factor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi atau rendahnya frekuensi penyakit pada berbagai kelompok individu, studi epidemiologi ini dikenal sebagai epidemiologi analitik.
Dalam blog ini akan diuraikan epidemiologi deskriptif, mencari frekuensi distribusi penyakit berdasarkan variable “orang”, “tempat” dan “waktu”. Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik yang dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional
Dalam upaya mencari frekuensi distribusi penyakit berdasarkan epidemiologi deskriptif timbul berbagai pertanyaan berikut:
1.      Siapa yang terkena?
2.      Bilamana hal tersebut terjadi?
3.      Bagaimana terjadinya?
4.      Di mana kejadian tersebut?
5.      Berapa jumlah orang yang terkena?
6.      Bagaimana penyebarannya?
7.      Bagaimana cirri-ciri orang yang terkena?
Manfaat epidemiologi deskriptif adalah untuk memperoleh gambaan yang jelas tentang morbiditas dan mortalitas sehingga memudahkan dalam penanggulangan, pencegahan, pengobtan dan rehabiltasi. Selain itu, untuk menggambarkn adanya peningkatan atau penurunan prevalensi penyakit dan akurasi data.

PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN
Epidemiologi deskriptif merupakan studi epidemiologi yang berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang distribusi dan frekuensi masalah kesehatan atau penyakit pada masyarakat. Epidemiologi desktriptif merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya masalah kesehatan dalam masyarakat serta besarnya masalah kesehatan tersebut dengan menjelaskan factor Manusisa (Who), Waktu (When) dan Tempat (Where).
Epidemiologi deskriptif adalah ilmu yang menggambarkan penyebaran atau distribusi frekuensi penyakit yang terjadi di masyarakat berdasarkan variabel epidemiologi yang mempengaruhinya. Variabel epidemiologi tersebut dikelompokkan menurut orang, tempat dan waktu.

B.     TUJUAN
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :
  1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang
  2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.
  3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).
Kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis epidemiologi deskriptif dibagi 2 yaitu:
  1. Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series)
  2.  Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang (Cross-sectional).
Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:
  1. Bertujuan untuk menggambarkan
  2. Tidak terdapat kelompok pembanding
  3. Hubungan sebab akibat hanya merupakan suatu perkiraan atau semacam asumsi
  4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis
  5. Merupakan studi pendahuluan untuk studi yang mendalam
Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:
1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah dilaksanakan
3. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
4. Untuk membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara wilayah atau satu wilayah dalam waktu yang berbeda.

VARIABEL ORANG, TEMPAT,DAN WAKTU
Analisis data epidemiologis berdasarkan variable di atas digunakan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang morbiditas dan mortalitas yang dihadapi. Dengan demikian, memudahkan untuk mengadakan penanggulangan, pencegahan atau pengamatan.
Untuk menentukan adanya peningkatan atau penurunan insidensi atau prevalensi penyakit yang timbul, harus diperhatikan kebenaran perubahan tersebut. Perubahan yang terjadi dpat disebabkan perubahan semu sebagai akibat perubahan dalam teknologi diagnostic, perubahan klasifikasi, atau kesalahan dalam perhitungan jumlah penduduk.
Sebagai contoh, dilaporkan adanya kecenderungan penurunan prevalensi karsinoma hepatis di Negara-negara maju dalam beberapa dasawarsa terakhir, tetapi setelah dilakukan penelitian secara saksama ternyata perubahan tersebut disebabkan kemajuan teknologi untuk mendeteksi penyakit kanker hepatis hingga ditemukan karsinoma primernya yang berarti laporan sebelumnya termasuk juga karsinoma sekunder sebagai metastase. Laporan insidensi dan prevalensi karsinoma hepatis yang dilakuan berdasarkan karsinoma primernya tampaknya seolah-olah terjadi penurunan insidensi.
Bila hal ini tidak diperhatikan, kesimpulan yang ditarik akan bias. Kini akan dibahas ketiga variable tersebut satu demi satu dan akan diawali dengan variable “orang” karena “orang” merupakan variable yang terpenting di antara ketiga variable tersebut.

VARIABEL “ORANG”
Untuk mengidentifikasi seseorang terdapat variable yang tak terhingga banyaknya, tetapi hendaknya dipilih variable yang dapat digunakan sebagai indicator untuk menentukan ciri seseorang. Untuk menentukan variable mana yang dapat digunakan sebagai indicator, hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan serta sarana yang ada. Secara umum, variable penting yang akan dibahas adalah umur,jenis kelamin, dan suku bangsa.

-          UMUR
Variable umur merupakan hal yang penting karena semua rate morbiditas dan rate mortalitas yang dilaporkan hampir selalu berkaitan dengan umur.

-          HUBUNGAN UMUR DENGAN MORTALITAS
Walaupun secara umum kematian dapat terjadi pada setiap golongan umur, tetapi dari berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi kematian pada setiap golongan umur berbeda-beda, yaitu kematian tertinggi terjadi pada golongan umur 0-5 tahun dan kematian terendah terletak pada golongan umur 15-25 tahun dan akan meningkatan lagi pada umur 40 tahun ke atas.
Dari gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum kematian akan meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini disebabkan berbagai faktor, yaitu pengalaman terpapar oleh fakor penyebab penyakit, faktor pekerjaan, kebiasaan hidup atau terjadinya perubahan dalam kekebalan.

-          HUBUNGAN UMUR DENGAN MORBIDITAS
Kita ketahui bahwa pada hakikatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan umur, tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan umur tertentu. Penyakit-penyakit kronis mempunyai kecenderungan meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tidak mempunyai suatu kecenderungan yang jelas.
Anak berumur 1-5 tahun lebih banyak terkena infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA). Ini disebabkan perlindungan kekebalan yang diperoleh dari ibu yang melahirkannya hanya sampai pada 6 bulan pertama setelah dilahirkan, sedangkan setelah itu kekebalan menghilang dan ISPA mulai menunjukkan peningkatan.
Sebelum ditemukan vaksin, imunisasi penyakit-penyakit seperti morbili, varisela, dan parotitis, banyak terjadi pada anak-anak berumur muda, tetapi setelah program imunisasi dijalankan, umur penderita bergeser ke umur yang lebih tua. Walaupun program imunisasi telah lama dijalankan di Indonesia, tetapi karena kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah terutama di daerah pedesaan sering kali target cakupan imunisasi tidak tercapai yang berarti masih banyak anak atau bayi yang tidak mendapatkan imunisasi. Gambaran ini tidak hanya terjadi pada Negara- Negara berkembang seperti Indonesia, tetapi terjadi juga pada Negara maju.
Penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan karsinoma lebih banyak menyerang orang dewasa dan lanjut usia, sedangkan penyakit kelamin, AIDS, kecelakaan lalu lintas, penyalahgunaan obat terlarang banyak terjadi pada golongan umur produktif yaitu remaja dan dewasa.
Hubungan antara umur dan penyakit tidak hanya pada frekuensinya saja, tetapi pada tingkat beratnya penyakit, misalnya staphylococcus dan escheria coli akan menjadi lebih berat bila menyerang bayi daripada golongan umur lain karena bayi masih sangat rentan terhadap infeksi.

-          HUBUNGAN TINGKAT PERKEMBANGAN MANUSIA DENGAN MORBIDITAS
Dalam perkembangan secara alamiah, manusia mulai dari sejak dilahirkan hingga akhir hayatnya senantiasa mengalami perubahan baik fisik maupun psikis. Secara garis besar, perkembangan manusia secara alamiah dapat dibagi menjadi beberapa fase yaitu fase bayi dan anak- anak, fase remaja dan dewasa muda, fase dewasa dan lanjut usia.
Dalam setiap fase perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan dalam pola distribusi dan frekuensi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan terjadinya perubahan dalam kebiasaan hidup, kekebalan, dan faal. 

-          JENIS KELAMIN
HUBUNGAN PENYAKIT DENGAN JENIS KELAMIN
Secara umum, setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, genetika atau kondis fisiologis. Penyakit-penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan daripada laki-laki antara lain:
  1.  Tireotoksikosis
  2. Diabetes mellitus
  3. Obesitas
  4.  Kolesistitis
  5.  Reumatoid arthritis
Selain itu, terdapat pula penyakit yang hanya menyerang perempuan, yaitu penyakit yang berkaitan dengan organ tubuh perempuan seperti karsinoma uterus, karsinoma mamae, karsinoma serviks, kista ovarii, dan adneksitis. Penyakit-penyakit yang lebih banyak menyerang laki-laki daripda perempuan antara lain : penyakit jantung koroner, infrak miokard, karsinoma paru-paru, dan hernia inguinalis. Selain itu, terdapat pulla penyakit yang hanya menyerang laki-laki seperti karsinoma penis, orsitis, hipertrofi prostat, dan karsinoma prostat.

-          SUKU BANGSA
Walaupun klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara praktis maupun secara konseptual, tetapi karena terdapat perbedaan yang besar dalam frekuensi dan beratnya penyakit di antara suku bangsa maka dibuat klasifikasi walaupun terjadi kontroversi.
Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku bangsa berkaitan dengan faktpr genetic atau factor lingkungan, misalnya :
  1. Penyakit sickle cell anemia
  2. Hemophilia
  3. Kelainan biokimia seperti glukosa 6 fosfatase dan
  4.  Karsinoma lambung
Di samping ketiga factor yang telah diuraikan di atas terdapat pula faktor-faktor lain yang berkaitan dengan variable”orang”. yaitu :
  1.   Sosial ekonomi
  2. Budaya/agama
  3.   Pekerjaan
  4.  Status marital
  5.  Golongan darah
  6.  Infeksi alamiah dan
  7. Kepribadian

-          SOSIAL EKONOMI
Keadaan sosial ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi distribusi penyakit tertentu, misalnya TBC, infeksi akut gastrointestinal, ISPA, anemia, malnutrisi, dan penyakit parasit yang banyak terdapat pada penduduk golongan sosial ekonomi yang tinggi.


-          BUDAYA/AGAMA
Dalam beberapa hal terdapat hubungan anatara kebudayaan masyarakat atau agama dengan frekuensi penyakit tertentu. Misalnya:
  1. Balanitis, karsinoma penis banyak terdapat pada orang yang tidak melakukan sirkumsisi disertai dengan hygiene perorangan yang jelek.
  2. Trisinensis jarang terdapat pada orang islam dan orang yahudi karena mereka tidak memakan daging babi.

-          PEKERJAAN
Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal ini disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai suasana dan lingkungan yang berbeda. Misalnya, pekerjaan yang berhubungan dengan bahan fisika, panas, bising, dan kimia seperti pekerja pabrik asbes yang banyak menderita karsinoma paru-paru dan gastrointestinal serta mesotelioma, sedangkan fibrosis paru-paru banyak terdapat pada pekerja yang terpapar oleh silicon bebas, atau zat radioaktif sperti petugas dibagian radiologi dan kedokteran nuklir.
Pekerja di bidang pertambangan, konstruksi banguanan atau pertanian, dan pengemudi kendaraan bermotor mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami trauma atau kecelakaan dibandingkan dengan pekerja kantor.

-          STATUS MARITAL
Adanya hubungan antara status marital dengan frekuensi distribusi mordibitas telah lama diketahui , tetapi penyebab pastinya belum diketahui. Ada yang berpendapat bahwa hubungan status marital dengan morbiditas dikaitkan dengan faktor psikis, emosional, dan hormonal atau berkaitan dengan kehidupan seksual, kehamilan, melahirkan, dan laktasi. Secara umum ditemukan bahwa insidensi karsinoma mammae lebih banyak ditemukan pada perempuan yang tidak menikah dibandingkan dengan perempuan yang menikah, sebaliknya, karsinoma serviks lebih banyak ditemukan pada perempuan yang menikah daripada yang tidak menikah atau menikah pada usia yang sangat muda atau sering berganti pasangan. Kehamilan dan persalinan merupakan faktor risiko terjadinya eklamsia dan praeklamsia yang dapat menyebabkan kematian ibu. Angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan Negara lain. 

-          GOLONGAN DARAH ABO
Golongan darah juga dapat mempengaruhi insidensi suatu penyakit, misalnya orang – orang dengan golongan darah A meningkatkan risiko terserang karsinoma lambung, sedangkan golongan darah O lebih banyak terkena ulkus duodeni.

VARIABEL “WAKTU”
Variabel waktu merupakan faktor kedua yang harus diperhatikan ketika melakukan analisis morbiditas dalam studi epidemiologi karena pencatatan dan laporan insidensi dan prevalensi penyakit selalu didasarkan pada waktu, apakah mingguan, bulanan atau tahunan.
Laporan morbiditas ini menjadi sangat penting artinya dalam epidemiologi karena didasarkan pada kejadian yang nyata dan bukan berdasarkan perkiraan atau estimasi. Selain itu, dengan pencatatan dan laporan morbiditas dapat diketahui adanya perubahan – perubahan insidensi dan prevalensi penyakit hingga hasilnya dapat digunakan untuk menyusun perencanaan dan penanggulangan masalah kesehatan.
Mempelajari morbiditas berdasarkan waktu juga penting untuk mengetahui hubungan antara waktu dan insidensi penyakit atau fenomena lain, misalnya penyebaran penyakit saluran pernafasan yang terjadi pada waktu malam hari karena terjadinya perubahan kelembapan udara atau kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar terjadi pada waktu malam hari.
Fluktuasi insidensi penyakit yang diketahui terdiri dari :
  1.   Kecenderungan sekuler (secular trend)
  2. Variasi siklik
  3. Variasi musim
  4. Variasi random

-          KECENDERUNGAN SEKULER
Kecenderungan sekuler ialah terjadinya perubahan penyakit atau kejadian luar biasa dalam waktu yang lama. Lamanya waktu dapat bertahun-tahun sampai beberapa dasawarsa. Kecenderungan sekuler dapat terjadi pada penyakit menular maupun penyakit infeksi non menular. Misalnya, terjadinya pergeseran pola penyakit menular ke penyakit yang tidak menular yang terjadi di Negara maju pada beberapa dasawarsa terakhir.
Pengetahuan tentang perubahan tersebut dapat digunakan dalam penilaian keberhasilan upaya pemberantasan dan pencegahan penyakit. Kecenderungan sekuler juga dapat digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada mortalitas.
Dalam mempelajari kecenderungan sekuler tentang mortalitas, harus dikaitkan dengan sejauh mana perubahan pada insidensi dan sejauh mana perubahan tersebut menggambarkan kelangsungan hidup penderita.
Angka kematian akan sejalan dengan angka insidensi (incidence rate) pada penyakit yang fatal dan bila kematian terjadi tidak lama setelah diagnosis, misalnya karsinoma paru- paru, karena memenuhi criteria di atas. 

-          VARIASI SIKLIK
Variasi siklik ialah terulangnya kejadian penyakit setelah beberapa tahun, tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya epidemic campak biasanya berulang setelah dua-tiga tahun kemudian. Variasi siklik biasanya terjadi pada penyakit menular karena penyakit non infeksi tidak mempunyai variasi siklik. 

-          VARIASI MUSIM
Variasi musim ialah terulangnya perubahan frekuensi insidensi dan prevalensi penyakit yang terjadi dalam satu tahun. Dalam mempelajari morbiditas dan mortalitas, variasi musim merupakan salah satu hal yang sangat penting karena siklus penyakit terjadi sesuai dengan perubahan musim dan berulang setiap tahun.
Variasi musim sangat penting dalam menganalisis data epidemiologis tentang kejadian luar biasa untuk menentukan peningkatan insidensi suatu penyakit yang diakibatkan variasi musim atau memang terjadinya epidemic. Bila adanya variasi musim tidak diperhatikan, kita dapat menarik kesimpulan yang salah tentang timbulnya kejadian luar biasa.
Di samping itu, pengetahuan tentang variasi musim juga dibutuhkan pada penelitian epidemiologis karena penelitian yang dilakukan pada musim yang berbeda akan menghasilkan frekuensi distribusi penyakit yang berbeda pula. Penyakit-penyakit yang mempunyai variasi musim antara lain : diare, influenza, dan tifus abdominalis.
Beberapa ahli epidemiologi memasukkan variasi musim ke dalam variasi siklik karena terjadinya berulang, tetapi disini dipisahkan karena pada variasi musim, terulangnya perubahan insidensi penyakit dalam waktu yang pendek sesuai dengan perubahan musim, sedangkan pada variasi siklik fluktuasi perubahan insidensi penyakit terjadi lebih lama yaitu suatu penyakit dapat terulang satu atau dua tahun sekali.

-          VARIASI RANDOM
Variasi random dapat diartikan sebagai terjadinya epidemic yang tidak dapat diramalkan sebelumnya, misalnya epidemic yang terjadi karena adanya bencana alam seperti banjir dan gempa bumi.

VARIABEL “TEMPAT”
Variabel tempat merupakan salah satu veriabel penting dalam epidemiologi dekskriptif karena pengetahuan tentang tempat atau lokasi kejadian luar biasa atau lokasi penyakit – penyakit endemis sangat dibutuhkan ketika melakukan penelitian dan mengetahui sebaran berbagai penyakit di suatu wilayah.
Batas suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan :
  1. Geografis, yang ditentukan berdasarkan alamiah, administrative atau fisik, institusi, dan instansi. Dengan batas alamiah dapat dibedakan Negara yang berilklim tropis, subtropis, dan Negara dengan empat musim. Hal ini penting karena dengan adanya perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan dalam pola penyakit baik distribusi frekuensi maupun jenis penyakit.
  2.   Dari batas administrative dapat ditentukan batas provinsi, kabupaten, kecamatan, atau desa dengan sungai, jalan kereta api, jembatan, dan lainnya sebagai batas fisik, batas institusi dapat berupa industri, sekolah atau kantor, dan lainnya sesuai dengan timbulnya masalah kesehatan.   

 TINJAUAN KASUS
 EPIDEMIOLOGI  DEKSKRIPTIF  DIARE DI  INDONESIA

PENGERTIAN DIARE
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005)

VARIABEL ORANG
      1)  Umur
Golongan umur yang rentan terkena penyakit diare adalah golongan umur 1 – 4 bulan hingga usia anak di bawah 2 tahun.Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.
Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Menurut prevalensi yang didapat dari berbagai sumber, salah satunya dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada Tahun 2013,penderita diare di Indonesia berasal dari semua umur, tetapi prevalensi tertinggi penyakit diare diderita oleh balita dan disusul oleh lansia yang berusia lebih dari 75 tahun.

2)  Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
     
      3)  Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.

      4)  Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.

      5)  Faktor Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

VARIABEL TEMPAT
1)  Faktor Lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes, 2005).Lingkungan yang dapat menjadi faktor terjadinya penyakit diare adalah lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan penyediaan air bersih yang tidak memadai.
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula dengan  kejadian diare pada anak balita, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah, dinilai dari segi bahan dan kedap air.  Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan  gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah (Notoatmodjo, 2003).

2)  Kondisi Pembuangan Kotoran di Rumah
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, dan kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya. Jadi apabila sistem pembuangan kotoran (tinja) dalam sebuah rumah tidak sehat maka akan menjadi faktor terjadinya penyakit diare.

VARIABEL WAKTU
      1)  Musim Hujan
            Musim hujan dapat menimbulkan kejadian penyakit diare lebih tinggi karena musim hujan akan menjadikan udara dan tanah menjadi lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan atau penyakit (kuman, virus, dan bakteri penyebab diare akan lebih cepat berkembang). Selain itu semakin banyaknya genangan air dan banjir yang telah tercemar dengan bakteri dari tinja seperti Escherichia Coli juga dapat menyebabkan penyakit diare.
      2)  Musim Kemarau
            Musim kemarau juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare, terutama kemarau yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekeringan dan kondisi ini akan menyebabkan ketersediaan air bersih semakin sulit. Dengan terbatasnya air bersih maka penggunaan air dengan kualitas yang tidak memenuhi standar kesehatan akan menyebabkan penyakit diare.
PENYEBAB DIARE
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor (Partawihardja,1991), antara lain:
1. Faktor infeksi
  • Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebabutama diare, meliputi: Infeksi bakteri: Vibrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C,Shigella dysentriae, Shigella flexneri,Clostridium perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis, dan sebagainya.
  • Infeksi virus: Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, Norwalk dan lain-lain.
  • Infeksi parasit: Cacing (A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium dan lain-lain), Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp dan lain-lain), jamur (Candida albicans).
      b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut, tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkhopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat (pada bayi dan anak yang tersering adalah intoleransi laktosa)
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan, yaitu makanan basi, beracun, serta alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, yaitu rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada orang dewasa).

 PENULARAN DIARE
Penderita  diare  rotavirus  dapat  mengekskresi  virus  dalam jumlah  besar,  yang  dapat  menyebar  melalui  tangan  yang terkontaminasi.  Rotavirus  merupakan  virus  yang  tahan terhadap  berbagai  lingkungan,  sehingga  dapat  ditularkan melalui  berbagai  benda  yang  terkontaminasi,  air,  maupun makanan.  Pada  iklim  tropis,  rotavirus  pada  tinja  dapat bertahan  hidup  sampai  2  bulan. Para  peneliti  juga menduga  bahwa  rotavirus  dapat  ditularkan  melalui  udara, karena  virus  ini  juga  terdeteksi  di  sekresi  saluran  nafas pada anak yang menderita infeksi rotavirus. Transmisi yang lebih dominan adalah fekal-oral yaitu melalui food born diseases dan juga vector dari serangga seperti lalat.
Faktor  pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita

JUMLAH  PENDERITA  DIARE
      a.  Berdasarkan Riskesdas 2007
  • Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (4,2%) dan terendah di DI Yogyakarta (18,9%)
  • Berdasarkan kelompok umur, prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
  • Prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan
  • Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan.
  • Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh 
  • Penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%).
  • Penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%)
b. Berdasarkan SDKI 2007
  • Persentase balita yang mengalami diare adalah 13,7%.     
  • Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan yaitu 20,7%
  •  Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8 %) dibandingkan dengan anak perempuan (12,5 %).
  • Prevalensi diare lebih tinggi pada balita di perdesaan (14,9 %) dibandingkan dengan perkotaan (12,0 %).
  • Persentase anak balita yang diare dalam 2 minggu sebelum survei dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan adalah 51%.
  • Hanya satu dari tiga (35%) anak yang menderita diare diberi oralit.
GEJALA  DIARE
  1. Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
  2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
  3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empe
  4. du.Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
  5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
  6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
  7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
  8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam.

 KESIMPULAN  KASUS  DIARE
Berdasarkan informasi berbasis masyarakat yaitu SKRT dan Riskesdas ditemukan prevalensi diare dari tahun 2007-2013 cenderung meningkat pada semua kelompok umur. Berdasarkan kelompok umur ditemukan peningkatan yang cukup tinggi baik pada bayi maupun pada balita.



SARAN
  • Diperlukan penyuluhan dan bimbingan  Hidup Bersih dan Sehat,  sesering mungkin sampai masyarakat mempunyai  kemampuan, kesadaran dan kemauan dalam membuat jamban dan menggunakanya serta selalu hidup bersih dan sehat.
  • Petugas kesehatan Puskesmas dan jaringannya harus selalu mengontrol semua sumber-sumber cemaran atau tempat-tempat hidup dan berkembang bakteri penyebab diare agar selalu berada dalam batas ambang yang tidak menimbulkan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiarto, Eko.2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Sutrisna, Bambang.dr.M.H.Sc.1986.Pengantar Metoda Epidemiologi. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
3. Budioro.B.2007.Pengantar Epidemiologi Edisi II. Semarang : Badan Penerbit Undip.
4. Bustan, MN. 2007 . Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar