PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Secara umum,studi
epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
Studi
yang ditunjukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi dan distribusi penyakit
di suatu daerah berdasarkan variable orang,tempat, dan waktu yang disebut
epidemiologi deskriptif. Studi
epidemiologi yang ditunjukan unttk mencari factor-faktor penyebab timbulnya
penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi atau rendahnya
frekuensi penyakit pada berbagai kelompok individu, studi epidemiologi ini
dikenal sebagai epidemiologi analitik.
Dalam blog ini akan diuraikan epidemiologi deskriptif, mencari frekuensi
distribusi penyakit berdasarkan variable “orang”, “tempat” dan “waktu”. Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan
dari studi analitik yang dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode
tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat tertentu yang
mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan
untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan surveilans serta
bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya
maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional
Dalam
upaya mencari frekuensi distribusi penyakit berdasarkan epidemiologi deskriptif
timbul berbagai pertanyaan berikut:
1. Siapa
yang terkena?
2. Bilamana
hal tersebut terjadi?
3. Bagaimana
terjadinya?
4. Di
mana kejadian tersebut?
5. Berapa
jumlah orang yang terkena?
6. Bagaimana
penyebarannya?
7. Bagaimana
cirri-ciri orang yang terkena?
Manfaat
epidemiologi deskriptif adalah untuk memperoleh gambaan yang jelas tentang
morbiditas dan mortalitas sehingga memudahkan dalam penanggulangan, pencegahan,
pengobtan dan rehabiltasi. Selain itu, untuk menggambarkn adanya peningkatan
atau penurunan prevalensi penyakit dan akurasi data.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Epidemiologi deskriptif merupakan studi epidemiologi
yang berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari
tentang distribusi dan frekuensi masalah kesehatan atau penyakit pada
masyarakat. Epidemiologi desktriptif merupakan langkah awal untuk mengetahui
adanya masalah kesehatan dalam masyarakat serta besarnya masalah kesehatan
tersebut dengan menjelaskan factor Manusisa (Who), Waktu (When) dan Tempat
(Where).
Epidemiologi deskriptif
adalah ilmu yang menggambarkan penyebaran atau distribusi frekuensi penyakit
yang terjadi di masyarakat berdasarkan variabel epidemiologi yang
mempengaruhinya. Variabel epidemiologi tersebut dikelompokkan menurut orang,
tempat dan waktu.
B.
TUJUAN
Tujuan
epidemiologi deskriptif adalah :
- Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang
- Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.
- Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).
Kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis
epidemiologi deskriptif dibagi 2 yaitu:
- Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series)
- Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang (Cross-sectional).
Adapun
Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:
- Bertujuan untuk menggambarkan
- Tidak terdapat kelompok pembanding
- Hubungan sebab akibat hanya merupakan suatu perkiraan atau semacam asumsi
- Hasil penelitiannya berupa hipotesis
- Merupakan studi pendahuluan untuk studi yang mendalam
Hasil
penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:
1.
Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
2.
Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah
dilaksanakan
3.
Sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
4.
Untuk membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara wilayah
atau satu wilayah dalam waktu yang berbeda.
VARIABEL ORANG, TEMPAT,DAN WAKTU
Analisis
data epidemiologis berdasarkan variable di atas digunakan untuk memperoleh
gambaran yang jelas tentang morbiditas dan mortalitas yang dihadapi. Dengan
demikian, memudahkan untuk mengadakan penanggulangan, pencegahan atau
pengamatan.
Untuk
menentukan adanya peningkatan atau penurunan insidensi atau prevalensi penyakit
yang timbul, harus diperhatikan kebenaran perubahan tersebut. Perubahan yang
terjadi dpat disebabkan perubahan semu sebagai akibat perubahan dalam teknologi
diagnostic, perubahan klasifikasi, atau kesalahan dalam perhitungan jumlah
penduduk.
Sebagai
contoh, dilaporkan adanya kecenderungan penurunan prevalensi karsinoma hepatis
di Negara-negara maju dalam beberapa dasawarsa terakhir, tetapi setelah dilakukan
penelitian secara saksama ternyata perubahan tersebut disebabkan kemajuan
teknologi untuk mendeteksi penyakit kanker hepatis hingga ditemukan karsinoma
primernya yang berarti laporan sebelumnya termasuk juga karsinoma sekunder
sebagai metastase. Laporan insidensi dan prevalensi karsinoma hepatis yang
dilakuan berdasarkan karsinoma primernya tampaknya seolah-olah terjadi
penurunan insidensi.
Bila
hal ini tidak diperhatikan, kesimpulan yang ditarik akan bias. Kini akan
dibahas ketiga variable tersebut satu demi satu dan akan diawali dengan
variable “orang” karena “orang” merupakan variable yang terpenting di antara
ketiga variable tersebut.
VARIABEL
“ORANG”
Untuk
mengidentifikasi seseorang terdapat variable yang tak terhingga banyaknya,
tetapi hendaknya dipilih variable yang dapat digunakan sebagai indicator untuk
menentukan ciri seseorang. Untuk menentukan variable mana yang dapat digunakan
sebagai indicator, hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan serta
sarana yang ada. Secara umum, variable penting yang akan dibahas adalah
umur,jenis kelamin, dan suku bangsa.
-
UMUR
Variable
umur merupakan hal yang penting karena semua rate morbiditas dan rate
mortalitas yang dilaporkan hampir selalu berkaitan dengan umur.
-
HUBUNGAN
UMUR DENGAN MORTALITAS
Walaupun
secara umum kematian dapat terjadi pada setiap golongan umur, tetapi dari
berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi kematian pada setiap golongan umur
berbeda-beda, yaitu kematian tertinggi terjadi pada golongan umur 0-5 tahun dan
kematian terendah terletak pada golongan umur 15-25 tahun dan akan meningkatan
lagi pada umur 40 tahun ke atas.
Dari
gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum kematian akan meningkat
dengan meningkatnya umur. Hal ini disebabkan berbagai faktor, yaitu pengalaman
terpapar oleh fakor penyebab penyakit, faktor pekerjaan, kebiasaan hidup atau
terjadinya perubahan dalam kekebalan.
-
HUBUNGAN
UMUR DENGAN MORBIDITAS
Kita
ketahui bahwa pada hakikatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada
semua golongan umur, tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak
menyerang golongan umur tertentu. Penyakit-penyakit kronis mempunyai
kecenderungan meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit
akut tidak mempunyai suatu kecenderungan yang jelas.
Anak
berumur 1-5 tahun lebih banyak terkena infeksi saluran pernapasan bagian atas
(ISPA). Ini disebabkan perlindungan kekebalan yang diperoleh dari ibu yang
melahirkannya hanya sampai pada 6 bulan pertama setelah dilahirkan, sedangkan
setelah itu kekebalan menghilang dan ISPA mulai menunjukkan peningkatan.
Sebelum
ditemukan vaksin, imunisasi penyakit-penyakit seperti morbili, varisela, dan
parotitis, banyak terjadi pada anak-anak berumur muda, tetapi setelah program
imunisasi dijalankan, umur penderita bergeser ke umur yang lebih tua. Walaupun
program imunisasi telah lama dijalankan di Indonesia, tetapi karena kesadaran
dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah terutama di daerah pedesaan sering
kali target cakupan imunisasi tidak tercapai yang berarti masih banyak anak
atau bayi yang tidak mendapatkan imunisasi. Gambaran ini tidak hanya terjadi
pada Negara- Negara berkembang seperti Indonesia, tetapi terjadi juga pada
Negara maju.
Penyakit
kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan karsinoma lebih banyak
menyerang orang dewasa dan lanjut usia, sedangkan penyakit kelamin, AIDS,
kecelakaan lalu lintas, penyalahgunaan obat terlarang banyak terjadi pada
golongan umur produktif yaitu remaja dan dewasa.
Hubungan
antara umur dan penyakit tidak hanya pada frekuensinya saja, tetapi pada
tingkat beratnya penyakit, misalnya staphylococcus dan escheria coli akan
menjadi lebih berat bila menyerang bayi daripada golongan umur lain karena bayi
masih sangat rentan terhadap infeksi.
-
HUBUNGAN
TINGKAT PERKEMBANGAN MANUSIA DENGAN MORBIDITAS
Dalam
perkembangan secara alamiah, manusia mulai dari sejak dilahirkan hingga akhir
hayatnya senantiasa mengalami perubahan baik fisik maupun psikis. Secara garis
besar, perkembangan manusia secara alamiah dapat dibagi menjadi beberapa fase
yaitu fase bayi dan anak- anak, fase remaja dan dewasa muda, fase dewasa dan
lanjut usia.
Dalam
setiap fase perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan dalam pola
distribusi dan frekuensi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan terjadinya
perubahan dalam kebiasaan hidup, kekebalan, dan faal.
-
JENIS
KELAMIN
HUBUNGAN PENYAKIT DENGAN JENIS
KELAMIN
Secara
umum, setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan
perempuan. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup,
genetika atau kondis fisiologis. Penyakit-penyakit yang lebih banyak menyerang
perempuan daripada laki-laki antara lain:
- Tireotoksikosis
- Diabetes mellitus
- Obesitas
- Kolesistitis
- Reumatoid arthritis
Selain
itu, terdapat pula penyakit yang hanya menyerang perempuan, yaitu penyakit yang
berkaitan dengan organ tubuh perempuan seperti karsinoma uterus, karsinoma
mamae, karsinoma serviks, kista ovarii, dan adneksitis. Penyakit-penyakit yang
lebih banyak menyerang laki-laki daripda perempuan antara lain : penyakit
jantung koroner, infrak miokard, karsinoma paru-paru, dan hernia inguinalis.
Selain itu, terdapat pulla penyakit yang hanya menyerang laki-laki seperti
karsinoma penis, orsitis, hipertrofi prostat, dan karsinoma prostat.
-
SUKU
BANGSA
Walaupun
klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara
praktis maupun secara konseptual, tetapi karena terdapat perbedaan yang besar
dalam frekuensi dan beratnya penyakit di antara suku bangsa maka dibuat
klasifikasi walaupun terjadi kontroversi.
Pada
umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku bangsa berkaitan dengan faktpr
genetic atau factor lingkungan, misalnya :
- Penyakit sickle cell anemia
- Hemophilia
- Kelainan biokimia seperti glukosa 6 fosfatase dan
- Karsinoma lambung
Di
samping ketiga factor yang telah diuraikan di atas terdapat pula faktor-faktor
lain yang berkaitan dengan variable”orang”. yaitu :
- Sosial ekonomi
- Budaya/agama
- Pekerjaan
- Status marital
- Golongan darah
- Infeksi alamiah dan
- Kepribadian
-
SOSIAL
EKONOMI
Keadaan
sosial ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi distribusi penyakit
tertentu, misalnya TBC, infeksi akut gastrointestinal, ISPA, anemia,
malnutrisi, dan penyakit parasit yang banyak terdapat pada penduduk golongan
sosial ekonomi yang tinggi.
-
BUDAYA/AGAMA
Dalam
beberapa hal terdapat hubungan anatara kebudayaan masyarakat atau agama dengan frekuensi
penyakit tertentu. Misalnya:
- Balanitis, karsinoma penis banyak terdapat pada orang yang tidak melakukan sirkumsisi disertai dengan hygiene perorangan yang jelek.
- Trisinensis jarang terdapat pada orang islam dan orang yahudi karena mereka tidak memakan daging babi.
-
PEKERJAAN
Berbagai
jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal
ini disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai
suasana dan lingkungan yang berbeda. Misalnya, pekerjaan yang berhubungan
dengan bahan fisika, panas, bising, dan kimia seperti pekerja pabrik asbes yang
banyak menderita karsinoma paru-paru dan gastrointestinal serta mesotelioma,
sedangkan fibrosis paru-paru banyak terdapat pada pekerja yang terpapar oleh
silicon bebas, atau zat radioaktif sperti petugas dibagian radiologi dan
kedokteran nuklir.
Pekerja
di bidang pertambangan, konstruksi banguanan atau pertanian, dan pengemudi
kendaraan bermotor mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami trauma
atau kecelakaan dibandingkan dengan pekerja kantor.
-
STATUS
MARITAL
Adanya
hubungan antara status marital dengan frekuensi distribusi mordibitas telah
lama diketahui , tetapi penyebab pastinya belum diketahui. Ada yang berpendapat
bahwa hubungan status marital dengan morbiditas dikaitkan dengan faktor psikis,
emosional, dan hormonal atau berkaitan dengan kehidupan seksual, kehamilan,
melahirkan, dan laktasi. Secara umum ditemukan bahwa insidensi karsinoma mammae
lebih banyak ditemukan pada perempuan yang tidak menikah dibandingkan dengan
perempuan yang menikah, sebaliknya, karsinoma serviks lebih banyak ditemukan
pada perempuan yang menikah daripada yang tidak menikah atau menikah pada usia
yang sangat muda atau sering berganti pasangan. Kehamilan dan persalinan
merupakan faktor risiko terjadinya eklamsia dan praeklamsia yang dapat
menyebabkan kematian ibu. Angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi
dibandingkan dengan Negara lain.
-
GOLONGAN
DARAH ABO
Golongan
darah juga dapat mempengaruhi insidensi suatu penyakit, misalnya orang – orang
dengan golongan darah A meningkatkan risiko terserang karsinoma lambung,
sedangkan golongan darah O lebih banyak terkena ulkus duodeni.
VARIABEL “WAKTU”
Variabel
waktu merupakan faktor kedua yang harus diperhatikan ketika melakukan analisis
morbiditas dalam studi epidemiologi karena pencatatan dan laporan insidensi dan
prevalensi penyakit selalu didasarkan pada waktu, apakah mingguan, bulanan atau
tahunan.
Laporan
morbiditas ini menjadi sangat penting artinya dalam epidemiologi karena
didasarkan pada kejadian yang nyata dan bukan berdasarkan perkiraan atau
estimasi. Selain itu, dengan pencatatan dan laporan morbiditas dapat diketahui
adanya perubahan – perubahan insidensi dan prevalensi penyakit hingga hasilnya
dapat digunakan untuk menyusun perencanaan dan penanggulangan masalah
kesehatan.
Mempelajari
morbiditas berdasarkan waktu juga penting untuk mengetahui hubungan antara
waktu dan insidensi penyakit atau fenomena lain, misalnya penyebaran penyakit
saluran pernafasan yang terjadi pada waktu malam hari karena terjadinya
perubahan kelembapan udara atau kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar
terjadi pada waktu malam hari.
Fluktuasi
insidensi penyakit yang diketahui terdiri dari :
- Kecenderungan sekuler (secular trend)
- Variasi siklik
- Variasi musim
- Variasi random
-
KECENDERUNGAN
SEKULER
Kecenderungan
sekuler ialah terjadinya perubahan penyakit atau kejadian luar biasa dalam
waktu yang lama. Lamanya waktu dapat bertahun-tahun sampai beberapa dasawarsa. Kecenderungan
sekuler dapat terjadi pada penyakit menular maupun penyakit infeksi non
menular. Misalnya, terjadinya pergeseran pola penyakit menular ke penyakit yang
tidak menular yang terjadi di Negara maju pada beberapa dasawarsa terakhir.
Pengetahuan
tentang perubahan tersebut dapat digunakan dalam penilaian keberhasilan upaya
pemberantasan dan pencegahan penyakit. Kecenderungan sekuler juga dapat
digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada mortalitas.
Dalam
mempelajari kecenderungan sekuler tentang mortalitas, harus dikaitkan dengan
sejauh mana perubahan pada insidensi dan sejauh mana perubahan tersebut
menggambarkan kelangsungan hidup penderita.
Angka
kematian akan sejalan dengan angka insidensi (incidence rate) pada penyakit
yang fatal dan bila kematian terjadi tidak lama setelah diagnosis, misalnya
karsinoma paru- paru, karena memenuhi criteria di atas.
-
VARIASI
SIKLIK
Variasi
siklik ialah terulangnya kejadian penyakit setelah beberapa tahun, tergantung
dari jenis penyakitnya, misalnya epidemic campak biasanya berulang setelah
dua-tiga tahun kemudian. Variasi siklik biasanya terjadi pada penyakit menular
karena penyakit non infeksi tidak mempunyai variasi siklik.
-
VARIASI
MUSIM
Variasi
musim ialah terulangnya perubahan frekuensi insidensi dan prevalensi penyakit
yang terjadi dalam satu tahun. Dalam mempelajari morbiditas dan mortalitas,
variasi musim merupakan salah satu hal yang sangat penting karena siklus
penyakit terjadi sesuai dengan perubahan musim dan berulang setiap tahun.
Variasi
musim sangat penting dalam menganalisis data epidemiologis tentang kejadian
luar biasa untuk menentukan peningkatan insidensi suatu penyakit yang
diakibatkan variasi musim atau memang terjadinya epidemic. Bila adanya variasi
musim tidak diperhatikan, kita dapat menarik kesimpulan yang salah tentang
timbulnya kejadian luar biasa.
Di
samping itu, pengetahuan tentang variasi musim juga dibutuhkan pada penelitian
epidemiologis karena penelitian yang dilakukan pada musim yang berbeda akan
menghasilkan frekuensi distribusi penyakit yang berbeda pula. Penyakit-penyakit
yang mempunyai variasi musim antara lain : diare, influenza, dan tifus
abdominalis.
Beberapa
ahli epidemiologi memasukkan variasi musim ke dalam variasi siklik karena
terjadinya berulang, tetapi disini dipisahkan karena pada variasi musim,
terulangnya perubahan insidensi penyakit dalam waktu yang pendek sesuai dengan
perubahan musim, sedangkan pada variasi siklik fluktuasi perubahan insidensi
penyakit terjadi lebih lama yaitu suatu penyakit dapat terulang satu atau dua
tahun sekali.
-
VARIASI
RANDOM
Variasi
random dapat diartikan sebagai terjadinya epidemic yang tidak dapat diramalkan
sebelumnya, misalnya epidemic yang terjadi karena adanya bencana alam seperti
banjir dan gempa bumi.
VARIABEL
“TEMPAT”
Variabel
tempat merupakan salah satu veriabel penting dalam epidemiologi dekskriptif
karena pengetahuan tentang tempat atau lokasi kejadian luar biasa atau lokasi
penyakit – penyakit endemis sangat dibutuhkan ketika melakukan penelitian dan
mengetahui sebaran berbagai penyakit di suatu wilayah.
Batas
suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan :
- Geografis, yang ditentukan berdasarkan alamiah, administrative atau fisik, institusi, dan instansi. Dengan batas alamiah dapat dibedakan Negara yang berilklim tropis, subtropis, dan Negara dengan empat musim. Hal ini penting karena dengan adanya perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan dalam pola penyakit baik distribusi frekuensi maupun jenis penyakit.
- Dari batas administrative dapat ditentukan batas provinsi, kabupaten, kecamatan, atau desa dengan sungai, jalan kereta api, jembatan, dan lainnya sebagai batas fisik, batas institusi dapat berupa industri, sekolah atau kantor, dan lainnya sesuai dengan timbulnya masalah kesehatan.
TINJAUAN
KASUS
EPIDEMIOLOGI DEKSKRIPTIF
DIARE DI INDONESIA
PENGERTIAN DIARE
Diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, konsistensi encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005)
VARIABEL ORANG
1) Umur
Golongan umur yang rentan terkena penyakit diare
adalah golongan umur 1 – 4 bulan hingga usia anak di bawah 2 tahun.Sebagian
besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24
bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.
Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami
rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi
lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak
dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Menurut prevalensi yang didapat dari berbagai sumber,
salah satunya dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada Tahun
2013,penderita diare di Indonesia berasal dari semua umur, tetapi prevalensi
tertinggi penyakit diare diderita oleh balita dan disusul oleh lansia yang berusia
lebih dari 75 tahun.
2) Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak
yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih
berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare
persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat
diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
3)
Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua,
semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.
4) Faktor
Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta
rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang
bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan
anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk
terpapar dengan penyakit.
5) Faktor
Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap
faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal
dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,
tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
1) Faktor Lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang
berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu: sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku
manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare
serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes,
2005).Lingkungan yang dapat menjadi faktor terjadinya penyakit diare adalah
lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan penyediaan air bersih yang tidak
memadai.
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang
bermakna pula dengan kejadian diare pada anak balita, Hal ini ditinjau
dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah, dinilai dari segi bahan
dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab
bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan atau
penyakit pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang
kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan kira-kira
20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah
(Notoatmodjo, 2003).
2) Kondisi Pembuangan Kotoran di Rumah
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan
kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori
air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, dan
kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat
bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya. Jadi apabila sistem
pembuangan kotoran (tinja) dalam sebuah rumah tidak sehat maka akan menjadi
faktor terjadinya penyakit diare.
VARIABEL WAKTU
1) Musim Hujan
Musim
hujan dapat menimbulkan kejadian penyakit diare lebih tinggi karena musim hujan
akan menjadikan udara dan tanah menjadi lembab sehingga dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit (kuman, virus, dan bakteri penyebab diare akan lebih
cepat berkembang). Selain itu semakin banyaknya genangan air dan banjir yang
telah tercemar dengan bakteri dari tinja seperti Escherichia Coli juga dapat
menyebabkan penyakit diare.
2) Musim Kemarau
Musim
kemarau juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare, terutama kemarau yang
berkepanjangan. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kekeringan dan kondisi ini akan menyebabkan
ketersediaan air bersih semakin sulit. Dengan terbatasnya air bersih maka
penggunaan air dengan kualitas yang tidak memenuhi standar kesehatan akan
menyebabkan penyakit diare.
PENYEBAB DIARE
Penyebab diare dapat
dibagi dalam beberapa faktor (Partawihardja,1991), antara lain:
1. Faktor infeksi
- Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebabutama diare, meliputi: Infeksi bakteri: Vibrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C,Shigella dysentriae, Shigella flexneri,Clostridium perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis, dan sebagainya.
- Infeksi virus: Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, Norwalk dan lain-lain.
- Infeksi parasit: Cacing (A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium dan lain-lain), Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp dan lain-lain), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral, yaitu
infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut,
tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkhopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat (pada bayi dan anak yang
tersering adalah intoleransi laktosa)
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan, yaitu makanan basi, beracun,
serta alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, yaitu
rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada orang dewasa).
PENULARAN DIARE
Penderita diare rotavirus
dapat mengekskresi virus dalam jumlah besar,
yang dapat menyebar melalui tangan yang
terkontaminasi. Rotavirus merupakan virus yang
tahan terhadap berbagai lingkungan, sehingga
dapat ditularkan melalui berbagai benda yang
terkontaminasi, air, maupun makanan. Pada iklim
tropis, rotavirus pada tinja dapat bertahan
hidup sampai 2 bulan. Para peneliti juga
menduga bahwa rotavirus dapat ditularkan
melalui udara, karena virus ini juga terdeteksi
di sekresi saluran nafas pada anak yang menderita infeksi
rotavirus. Transmisi yang lebih dominan adalah fekal-oral yaitu melalui food
born diseases dan juga vector dari serangga seperti lalat.
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan
insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah
tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi
atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada
golongan balita
JUMLAH PENDERITA
DIARE
a. Berdasarkan Riskesdas 2007
- Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (4,2%) dan terendah di DI Yogyakarta (18,9%)
- Berdasarkan kelompok umur, prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
- Prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan
- Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan.
- Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh
- Penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%).
- Penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%)
b. Berdasarkan
SDKI 2007
- Persentase balita yang mengalami diare adalah 13,7%.
- Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan yaitu 20,7%
- Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8 %) dibandingkan dengan anak perempuan (12,5 %).
- Prevalensi diare lebih tinggi pada balita di perdesaan (14,9 %) dibandingkan dengan perkotaan (12,0 %).
- Persentase anak balita yang diare dalam 2 minggu sebelum survei dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan adalah 51%.
- Hanya satu dari tiga (35%) anak yang menderita diare diberi oralit.
GEJALA DIARE
- Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
- Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
- Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empe
- du.Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
- Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
- Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
- Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
- Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam.
KESIMPULAN KASUS
DIARE
Berdasarkan informasi berbasis masyarakat yaitu SKRT
dan Riskesdas ditemukan prevalensi diare dari tahun 2007-2013 cenderung
meningkat pada semua kelompok umur. Berdasarkan kelompok umur ditemukan
peningkatan yang cukup tinggi baik pada bayi maupun pada balita.
SARAN
- Diperlukan penyuluhan dan bimbingan Hidup Bersih dan Sehat, sesering mungkin sampai masyarakat mempunyai kemampuan, kesadaran dan kemauan dalam membuat jamban dan menggunakanya serta selalu hidup bersih dan sehat.
- Petugas kesehatan Puskesmas dan jaringannya harus selalu mengontrol semua sumber-sumber cemaran atau tempat-tempat hidup dan berkembang bakteri penyebab diare agar selalu berada dalam batas ambang yang tidak menimbulkan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiarto,
Eko.2001. Pengantar Epidemiologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Sutrisna,
Bambang.dr.M.H.Sc.1986.Pengantar
Metoda Epidemiologi. Jakarta:
PT. Dian Rakyat.
3. Budioro.B.2007.Pengantar Epidemiologi Edisi II. Semarang
: Badan Penerbit Undip.
4. Bustan,
MN. 2007 . Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar